PENDAHULUAN
A. Alasan
Pemilihan Judul
Wilayah kuil Preah Vihear merupakan
sebuah wilayah yang terletak diperbatasan antara Kamboja dan Thailand, wilayah
perbatasan ini sejak lama menjadi rebutan antara Kamboja dan Thailand. Sengketa
teritorial Thailand – Kamboja di wilayah Kuil Preah Vihear masih berlanjut
sampai sekarang, akan tetapi sampai saat ini baik Kamboja maupun Thailand masih
sama-sama memegang prinsipnya mengenai kepemilikan wilayah Kuil Preah Vihear
tersebut. Sengketa teritorial antara Kamboja dengan Thailand menarik untuk
dibahas karena wilayah perbatasan tersebut memiliki arti penting bagi kedua negara
karena di wilayah perbatasan tersebut terdapat situs Kuil Preah Vihear. Disamping
itu, wilayah perbatasan ini kaya akan bahan tambang seperti batu mulia dan
permata.
Sudah banyak perundingan – perundingan
yang dilakukan oleh kedua belah pihak untuk menyelesaikan persengketaan
tersebut, akan tetapi masih menemui jalan buntu dan sampai saat ini sengketa
tersebut masih belum terselesaikan. Alasan itulah yang mendorong penulis untuk
menetapkan “Sengketa Teritorial Thailand Kamboja atas Kepemilikan Wilayah Kuil
Preah Vihear ” sebagai judul dari makalah ini.
B.
Latar belakang masalah
Kamboja dan Thailand merupakan negara
yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Keduanya merupakan negara yang
berbatasan secara langsung, yaitu wilayah Preah Vihear berbatasan dengan
wilayah Sisaket di bagian Timur Laut Thailand. Wilayah Preah Vihear sejak lama
menjadi rebutan antaran Kamboja dengan Thailand. Pada saat itu keduanya masih diduduki
oleh Pemerintahan Perancis (Kamboja) dan Pemerintahan Siam (Thailand). Ini
berawal dari perebutan Kuil Preah Vihear yang terletak di wilayah Preah Vihear.
Sengketa perbatasan antara Kamboja dan
Thailand di wilayah Kuil Preah Vihear sebenarnya telah berlangsung sejak lama.
Pada tanggal 7 Juli 2008, Kuil Preah Vihear yang disebutkan terletak di wilayah
Kamboja secara resmi masuk ke dalam daftar warisan dunia (Word Heritage List)
yang dikeluarkan oleh UNESCO (United Nations Economic, Social and
Cultural Organization). Langkah ini nampaknya tidak dapat diterima oleh
Pemerintah Thailand yang menganggap masih ada ketidaksepahaman mengenai letak
Kuil Preah Vihear yang sebenarnya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Pemerintah
Kamboja, pada tanggal 15 juli 2008 militer thailand telah memasuki wilayah
kamboja di dekat kuial tersebut. Pada tanggal tanggal 21 Juli 2008, aktifitas
militer Thailand semakin banyak lagi dikerahkan dan memasuki area Keo Sikha
Kiri Svara Pagoda (Preah Vihear Pagoda).
C. Rumusan masalah
Faktor apa saja
yang menyebabkan terjadinya sengketa teritorial antara thailand-kamboja atas
kepemilikan situs kuil Preah Vihear padahal mahkamah internasional sudah
memutuskan wilayah tersebut milik kamboja dan sudah terdaftar sebagai warisan
dunia oleh UNESCO?
D.
Pembahasan
Kuil Preah Vihear
adalah tempat suci yang terletak di perbatasan antara Kamboja dan Thailand.
Meski sekarang hanyalah berupa puing-puing bangunan, akan tetapi kuil ini masih
mempunyai nilai arkeologis dan artistik yang sangat tinggi dan masih digunakan
sebagai suatu tempat ziarah. Kuil Preah Vihear berdiri di suatu tanjung Preah
Vihear yang terletak di sektor Timur wilayah pegunungan Dangrek dan secara umum
terdapat batas antara kedua negara di dalam satu wilayah tersebut, yaitu
Kamboja berada di Selatan dan Thailand berada di Utara. Kebanyakan daerah ini
terdiri dari tebing curam yang sangat tinggi dan kasar menjulang di atas
wilayah Kamboja yang datar.
Ini
adalah gambaran dari Kuil Preah Vihear dimana bangunan kuil utama berdiri di
atas puncak kombinasi suatu potongan yang bersegi tiga dari landasan tinggi
yang menonjol dari luar ke dalam. Dari tepi tebing yang curam mengarah turun
dan menuju sungai Nam Moun yang berada di daerah Thailand. Gambaran ini menjadi
jelas dimana garis perbatasan yang berada di tepi tebing curam jika ditarik
garis lurus dari Selatan dan Timur dari Kuil Preah Vihear maka akan berujung di
daerah Thailand namun jika garis itu ditarik dari Utara atau Barat maka garis
batas kuil tersebut akan berada di wilayah Kamboja.
Pada
periode antara tahun 1904-1908 Pemerintah Perancis (yang menjajah Kamboja dan
mendapatkan kemerdekaannya pada tahun 1953) dan Pemerintah Siam sepakat untuk
menetapkan garis batas kedua negara yang dituangkan dalam Perjanjian
Franco-Siamese tanggal 13 Februari 1904. Pada Pasal 1 Perjanjian Franco-Siamese
tanggal 13 Februari 1904 ini menjelaskan secara umum mengenai perbatasan antara
Kamboja dan Siam, kemudian Pasal 3 pada perjanjian yang sama menjelaskan
mengenai pembatasan kewajiban yang dilaksanakan oleh komisi pengawas yang
terdiri atas gabungan pegawai yang diangkat oleh kedua negara-negara yang
terikat kontrak. Mengenai wilayah Dangrek di dalam Pasal 1 menetapkan wilayah
tersebut sebagai daerah batas garis air (watershed).
Suatu
komisi gabungan telah dibentuk dan mengadakan pertemuan pertamanya pada bulan
Januari 1905. Akan tetapi komisi gabungan ini tidak membahas daerah timur dari
wilayah pegunungaan Dangrek hingga Desember 1906 (lokasi dimana Kuil Preah
Vihear berada). Kemudian pada pertemuan kedua yang dilaksanakan bulan itu juga
mempunyai agenda untuk menetapkan perbatasan wilayah di daerah timur dari
wilayah Dangrek dan pada akhir bulan Januari 1907 Kementrian Perancis di
Bangkok telah melaporkan kepada Menteri Luar Negerinya yang berada di Paris
bahwa ia telah mendapat laporan dari Ketua Delegasi Perancis yang tergabung
dalam komisi pengawas gabungan bahwa mereka telah menyelesaikan tugasnya.
Selain dari notulensi pada pertemuan tanggal 2 Desember 1906 tidak ada
data-data yang tertulis di dalam catatan-catatan komisi pengawas gabungan yang
mampu menjawab permasalahan perbatasan di daerah ini. Komisi pengawas gabungan
menyelenggarakan pertemuan terakhirnya pada tanggal 19 Januari 1907. Pemerintah
Perancis dan Pemerintah Siam kemudian mengadakan perjanjian lanjutan pada
tanggal 23 Maret 1907 dimana mereka membuat komisi pengawas gabungan yang kedua
dan mempunyai tugas untuk menentukan perbatasan di bagian lain dari wilayah
Dangrek.
Kegiatan
yang selanjutnya dilaksanakan oleh komisi pengawas gabungan adalah persiapan
untuk pembuatan peta. Pemerintah Siam meminta kepada Pemerintah Perancis untuk
melakukan tugas ini karena mereka tidak memiliki fasilitas teknis yang
diperlukan untuk membuat peta tersebut. Dari empat orang petugas Pemerintah
Perancis yang ditetapkan untuk mempersiapkan peta, tiga orang diantara
anggotanya adalah merupakan anggota dari komisi pengawas gabungan yang pertama
yang didirikan berdasarkan Perjanjian tahun 1904. Beberapa peta telah dibuat
dan dikirimkan pada tanggal 20 Agustus 1908 oleh Menteri Pemerintah Siam yang
berada di Paris kepada Pemerintah Siam yang berada di Thailand. Salah satu dari
peta-peta tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa Kuil Preah Vihear berada di
dalam wilayah Kamboja dari garis batas antara Kamboja dan Thailand.
Tercatat
bahwa sekitar seratus enam puluh peta yang asli telah diproduksi. Menteri
Pemerintah Siam yang berada di Paris menyimpan dua lembar dari peta yang telah
dibuat dan mengirimkan satu lembar dari setiap peta tersebut kepada
menteri-menteri Pemerintah Siam yang berada di London, Berlin, St. Petersburg
dan Washington. Lembaran peta yang tersisa (lima puluh peta yang asli diterima
oleh Pemerintah Siam) telah dikirim ke Bangkok dan salinannya dibagi-bagikan
kepada para anggota komisi pengawas gabungan dari Pemerintahan Siam. Kemudian
Menteri Dalam Negeri Pemerintah Siam Pangeran Damrong, meminta kepada
Kementerian Perancis di Bangkok untuk mengirimkan lima belas peta lagi sehingga
bisa dikirimkan kepada para Gubernur di seluruh Siam. Pemerintah Perancis dan
Pemerintah Siam juga membentuk komisi transkripsi gabungan di Bangkok untuk
membantu Pemerintah Siam dalam mendapatkan layanan geografis dan untuk
mengkonversi peta-peta tersebut ke dalam bentuk atlas yang mudah dilihat dan
dipahami serta tidak ada perdebatan mengenai masalah kesalahan letak Kuil Preah
Vihear tersebut.
Pada
tahun 1930, Pangeran Damrong yang merupakan mantan Menteri Dalam Negeri dari
Pemerintahan Siam dan selanjutnya pada saat itu menjabat sebagai President
Royal Institute mengadakan perjalanan arkeologis ke Kuil Preah Vihear dan
Pangeran Damrong diterima di kuil tersebut oleh Penduduk Perancis, dimana di
dalam perjalanan yang dilakukan oleh Pangeran Damrong telah mengibarkan bendera
Perancis di sekitar wilayah Kuil Preah Vihear dan tidak ada protes yang timbul
dari Pemerintah Thailand mengenai hal tersebut.
Pada
tahun 1934-1935, Pemerintah Thailand menyelenggarakan suatu survei atas wilayah
Kuil Preah Vihear dan menyimpulkan bahwa ada divergensi atau perbedaan pendapat
antara garis peta dan garis batas pada batas garis air di daerah Kuil Preah
Vihear. Akan tetapi isu mengenai perbatasan tersebut tidak diangkat pada tahun
1937 ketika Pemerintah Perancis dan Pemerintah Siam merundingkan kembali suatu
Perjanjian Persahabatan, Perdagangan, dan Navigasi pada tahun 1925 dan pada tahun
1937 Pemerintah Thailand membuat sebuah peta yang menunjukkan bahwa Kuil Preah
Vihear terletak di wilayah Kamboja.
Pada
tahun 1940, Pemerintah Thailand menduduki bagian-bagian tertentu dari wilayah
Kamboja termasuk Kuil Preah Vihear. Pada tahun berikutnya Menteri Informasi
dari Pemerintah Thailand menerbitkan suatu karangan atau artikel berjudul “Thailand
Selama Masa Rekonstruksi Nasional”, dimana dinyatakan bahwa Kuil Preah
Vihear “direbut kembali” oleh Pemerintah Thailand. Kemudian kedua
belah pihak membentuk suatu komisi konsiliasi dan membentuk terms of
references yang akan dibahas untuk membuat rekomendasi netral mengenai
pengajuan keberatan dan proposal revisi dari Pemerintah Thailand antara lain
mengenai hasil penyelesaian garis batas pada tahun 1904 dan 1907. Pemerintah
Thailand pada saat itu telah membuat beberapa pengaduan di hadapan komisi
konsiliasi akan tetapi Pemerintah Thailand sama sekali tidak mengangkat dan
memunculkan permasalahan Kuil Preah Vihear dan bahkan menunjukkan kepada komisi
konsiliasi bahwa kuil tersebut berada di wilayah Kamboja.
Pada
tahun 1949, tidak lama setelah kesepakatan dari komisi konsiliasi mengenai
penyelesaian garis batas yang telah dibicarakan pada tahun 1904 dan 1907,
Pemerintah Perancis mengirimkan beberapa memorandum kepada Pemerintah Thailand
untuk mempertanyakan keberadaan pasukannya yang berada di sekitar wilayah Kuil
Preah Vihear sekaligus Pemerintah Perancis memberitahukan dan menjelaskan bahwa
Kuil Preah Vihear terletak di wilayah Kamboja dan meminta informasi kepada
Pemerintah Thailand atas kondisi disana, akan tetapi memorandum yang
dikeluarkan Pemerintah Perancis tersebut diabaikan oleh Pemerintah Thailand.
Ketika
Kamboja merdeka pada tahun 1953, Pemerintahan Kamboja memutuskan untuk
mengirimkan para tentaranya ke Kuil Preah Vihear guna berjaga-jaga disekitar
wilayah kuil tersebut dan menyatakan bahwa Kuil Preah Vihear berada di wilayah
Kamboja. Ketika Pemerintah Kamboja menemukan bahwa para tentara militer dan
penjaga yang dikirim dari Pemerintah Thailand telah berada di sana, kemudian
Pemerintah Kamboja menarik para tentaranya itu. Selanjutnya Pemerintah Kamboja
mengirimkan memorandum kepada Pemerintah Thailand yang isinya mempertanyakan
tentang para tentara militernya yang berada di wilayah Kuil Preah Vihear, akan
tetapi memorandum yang dikirim oleh Pemerintah Kamboja tidak terlalu direspon
oleh Pemerintah Thailand.
Untuk
menghindari permasalahan mengenai keberadaan pasukan penjaga yang dikirim oleh
Pemerintah Thailand ke wilayah Kuil Preah Vihear kemudian Pemerintah Kamboja
kembali mengirimkan memorandum kepada Pemerintah Thailand yang menyatakan untuk
sementara waktu Pemerintah Kamboja tidak akan mengirimkan para tentara
militernya ke kuil tersebut. Tampak dari kronologi timbulnya sengketa Kuil
Preah Vihear kedua belah pihak tidak mempunyai dasar hukum yang kuat untuk
membenarkan keberlakuan kedaulatannya atas kuil tersebut. Penjelasan mengenai
siapa yang berhak atas kuil tersebut adalah dengan melihat karakter dari lokasi
sengketa yang sangat terpencil dan sulit dijangkau, hal ini dipaparkan dengan
baik oleh Sir Gerald Fitzmaurice di dalam pendapat
terpisahnya, sebagai berikut :
Menggambarkan
posisi yang jelas atas Kuil Preah Vihear adalah sesuatu yang sulit untuk
dilakukan dengan hanya mendasarkan pada lokasi kuil tersebut. Kuil ini berada
di dataran Kamboja, namun kuil tersebut menghadap ke arah Thailand. Pintu masuk
utamanya berasal dari Thailand akan tetapi ada juga akses dari arah Kamboja dan
akses ini sulit untuk dilewati karena medan yang sangat curam dan akses ke kuil
juga dapat dilakukan dengan pendakian beberapa ratus meter. Akan tapi kesulitan
akses untuk menuju ke Kuil Preah Vihear tidak hanya ditemui pada sisi Kamboja
saja, ada banyak bukti dalam dokumen yang menjelaskan bahwa hutan yang sangat lebat
di sebelah Utara kuil (Thailand) mempunyai konsekuensi, bahwa harus ada
persiapan khusus untuk melewati area tersebut, yaitu dengan membersihkan jalan
dan juga membuka hutan. Halangan tersebut diperkirakan jauh lebih ringan
dibandingkan dengan halangan yang ada pada area Kamboja, tetapi kesimpulan yang
jelas adalah meskipun untuk alasan yang berbeda dan cara yang berbeda, akses
untuk menuju kuil tersebut tidaklah mudah dari kedua wilayah itu, meskipun hal
itu tetap saja mungkin dilakukan dari kedua area dan juga bisa dilalui dari
keduanya, akan tetapi dengan waktu dan kesulitan yang berbeda pula.
Segala
macam upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kamboja dan Pemerintah Thailand
untuk meredam ketegangan yang terjadi di perbatasan kedua negara tersebut dengan
melakukan upaya diplomatik yaitu berupa negosiasi yang dilaksanakan di Bangkok
pada tahun 1958 namun usaha ini gagal dan tidak membuahkan hasil yang positif,
akhirnya kedua negara sepakat untuk menyerahkan sengketa Kuil Preah Vihear ke
hadapan Mahkamah Internasional.
Dalam
kasus ini terdapat sengketa teritorial antara kamboja-thailand, kamboja
mendasarkan argumennya pada peta (annex I map ) yang dibuat oleh penjabat
prancis pada tahun 1907 yang beberapa diantaranya adalah anggota Mixed
Commission yang dibentuk berdasarkan Boundary Treaty antara France dan siam
tanggal 13 februari 1904. Pada peta ini, daerah dangrek yaitu lokasi dimana
kuil Preah Vihear terletak berada dalam wilayah kamboja. Thailand di lain pihak
beragrumen bahwa peta tersebut tidaklah mengikat karena tidak dibuat oleh
anggota mixed commission yang sah. Lebih lanjut, garis perbatasan yang
digunakan dalam peta tersebut adalah berdasarkan watershead line yang salah dan
bila menggunakan watershed line yang benar maka kuil preah vihear akan terletak
di dalam wilayah thailand. Pada saat mahkamah internasional memutuskan bahwa
kuil tersebut tersletak di kamboja pemerintah thailand tidak mengajukan
keberatan apapun terhadap letaknya kuil preah vihear, dimana dapat disimpulkan
kegagalan thailand menyatakan keberatannya saat kesempatan tersebut ada membuat
thailand kehilangan hak untuk menyatakan bahwa pihaknya tidak terikat pada peta
annex I map. Dan juga mayoritas hakim berkesimpulan bahwa adalah tidak penting
lagi untuk memtuskan apakah watershead line yang dipergunakan dalam peta
sebagaimana annex I map telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kesimpulan
terakhir inilah yang masih belum dapat diterima oleh thailand yang tetap
berpendapat bahwa telah terjadi kesalahan watershead line dalam pembuatan peta
namun tidak diperiksa hakim mahkamah internasional karena dianggap tidak
penting lagi. Pada tanggal 15 oktober 2008 terjadi insiden tembak-menembak yang
sebenarnya bisa dikatakan sebagai akibat dari keengganan mahkamah internasional
untuk memeriksa kembali apakah watershead line yang dipergunakan dalam
pembuatan peta telah sesuai atau tidak dengan keadaan yang sebenarnya. Sehingga
masalah ini menjadi isu yang selalu terbuka untuk diperdebatkan oleh pihak yang
bersengketa. Namun berdasarkan pasal 94
piagam PBB, masuknya militer thailand ke dalam wilayah kamboja sebagaimana
tertuang dalam annex I map dapat dianggap sebagai ketidakpatuhan terhadap
putusan mahkamah internasional. Selanjutnya kamboja bisa saja membawa
permasalahan ini kepada dewan keamanan PBB untuk mendapatkan penyelesaian.
Kemudian
perundingan anatara kamboja dan thailand mengalami kegagalan untuk mengakhiri
sengketa soal kuil di perbatasan. Dalam kasus ini perhimpunan bangsa-bangsa
asia tenggara ( ASEAN ) mendesak thailand dan kamboja agar menunjukkan
perhatian yang sungguh-sungguh dan bisa menahan diri. ASEAN menawarkan diri
untuk membantu mengatasi ketegangan di antara mereka. Sekjen ASEAN menyatakan
phnom penh juga membatah mengadu atau meminta intervensi dewan keamanan PBB
untuk menyelesaikan persengketaan sebuh kuil di perbatasan kamboja-thailand. Kedua
negara ini dikenal sama-sama memiliki kekayaan warisan budaya dunia berbasih
bangunan candi hindu dan buddha. Kuil preah vihear yang sekarang disengketa
merupakan salah satu simbol keagungan budaya masa lalu. Namun sengketa di lahan
seluas 4,6 kilometer persegi di kuil preah vihear tidak pernah diperkirakan
muncul kembali dalam bentuk setajam ini yang sampai mengarah ke pengerahan
pasukan seperti saat ini. Dalam beberapa uraian di atas dapat dijelaskan
sengekta teritorial thailand-kamboja atas kepemilikannya wilayah kuil preah
vihear dimana thailand dan kamboja mengklaim bahwa wilayah kuil preah vihear
merupakan bagian atas kepemilikan wilayah dari masing-masing negara dan adanya
perbedaan presepsi anatara kamboja-thailand di dalam penyelesaian sengketa kuil
preah vihear juag termasuk pertentangan di dalam penyelesaian sengketa
tersebut. Sikap kamboja dan thailand dapat dilihat dalam usahan penyelasian
dimana kedua negara tetap berpegang teguh pada pendiriannya masing-masing.
Kamboja menginginkan penyelesaian melibatkan ASEAN, namun thailand berkeberatan
sengeketa tersebut diangkat sebagai masalah internasional. Pertentangan di
dalam penyelesaian itu dilihat dari adanya pertentangan-pertentangan antara
kelompok yang ada di dalam negeri kamboja maupun thailand. Dimana di dalam
negeri thailand adanya pertentangan dari kalangan aktivis thailand dan begitu
juga yang terjadi di dalam negeri kamboja.
E.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari pebahasan di atas adalah hingga kini upaya untuk menyelesaikan sengketa
yang terjadi di perbatasan kedua negara yakni Thailand – Kamboja masih tetap
dilakukan dengan negosiasi dan juga melibatkan pihak internasional seperti
Mahkamah Internasional, serta pihak ASEAN sendiri juga turut membantu dalam
penyelesaian sengketa ini, namun penyelesaian ini belum menemui titik terang
hingga kini dan nampaknya akan semakin berlanjut ke tahap selanjutnya. Namun
optimisme yang tinggi telah ditunjukkan oleh kedua negara dalam mengupayakan
penyelesaian sengketa ini.
F.
Daftar Pustaka
·
“Sengketa kuil
thailand-kamboja,kompas,5 agustus 2008
·
“Kamboja-thailand tetap
siagakan pasukan”,suara merdeka,22 juli 2008
·
BN.Marbun, S.H.,Kamus
politik,pustaka sinar harapan,1996,h.341
·
James E.Daugherty and
robert L, pfilzgraff, jr., conten theories of international relationas,harper
collins publishers, inc,1996, p. 187
Tidak ada komentar:
Posting Komentar